Gang Inul
Gang Inul ini sangat populer di Kejapanan, Kecamanatan Gempol, kampung halaman Inul Daratista. Di sebelah kanan ada stan buah-buahan, di sebelah kiri konter telepon seluler berikut aksesorisnya: Inul Cellular.
“Soalnya, rumahnya Mbak Inul tidak jauh dari sini,” ujar warga setempat yang mengaku bernama Bambang, kemarin.
Benar saja. Saya pun melintasi Gang Inul. Tak sampai 50 meter, tampak sebuah rumah besar, pagar mengkilat, bertingkat, mewah... dengan angkuh menyapa kita. Pekarangan luas, perabotan antik ala rumah kelas atas di kota besar.
Ya, itulah rumah Haji Muhammad Aman, bekas penjahit yang tak lain ayah kandung Inul Daratista.
“Rumah ini dulunya biasa-biasa saja kayak rumah-rumah lain. Tapi, setelah Inul naik daun, rumah orang tuanya direnovasi total,” cerita Bambang yang menjadi ‘pemandu wisata’ saya seraya tersenyum.
Sayang, kami tak bisa masuk ke dalam rumah mewah itu karena penghuninya tak ada di tempat. Mungkin saja mereka sibuk menemani Inul Daratista yang show ke mana-mana. “Tadinya rumah kecil. Tapi rumah di belakangnya dibeli, sehingga bentuknya berubah sama sekali,” tambah Bambang yang mengaku banyak tahu cerita seputar Inul di kampung halamannya.
Lalu, bagaimana ceritanya nama gang kampung itu ditahbiskan menjadi Gang Inul? Bambang, juga beberapa warga Kejapanan lain, yang saya temui kurang antusias bercerita. Ada kesan, mereka kurang sreg dengan perubahan nama gang kecil sepanjang hampir 100 meter itu.
“Kami di sini, ya, nggak tahu banyak. Tahu-tahu nama Gang Melikan sudah berubah menjadi Gang Inul,” tutur pria berkulit gelap ini, pasrah.
Sebagai warga asli Kejapanan--sama dengan Inul Daratista--Bambang dan beberapa temannya berpendapat, mengubah nama gang atau jalan tidak bisa dilakukan serta-merta begitu saja. Warga Melikan, khususnya RT 03/RW 09, harus diajak musyawarah, dimintai masukan, apakah perubahan nama itu perlu.
Lagi-lagi, Bambang terkesan kurang sreg dengan nama Gang Inul.
“Lha, ini nggak pakai prosedur, tahu-tahu namanya sudah lain. Padahal, sejak saya belum lahir, sejak zaman Jepang, gang di sini, ya, Gang Melikan,” ujar pria berusia 40-an tahun itu.
Menurut Bambang, perubahan nama itu merupakan kebijakan sepihak dari Adam Suseno, suami Inul, yang juga warga Kejapanan. “Mungkin Adam merasa perlu mengabadikan nama istrinya di Kejapanan. Tapi, ya, itu, warga seperti saya tidak pernah ditanya apa-apa,” keluhnya.
Begitulah, sukses Inul Daratista di blantika musik Indonesia dengan goyang ngebornya melahirkan perasaan bercampur di kalangan warga Kejapanan. Satu sisi, nama Kejapanan dan Kabupaten Pasuruan ikut terangkat, dikenal di mana-mana, namun di sisi lain banyak warga tak suka goyangan Inul yang erotis itu. Apalagi, ketika isu pornoaksi merebak akhir-akhir ini--dan Inul Daratista dianggap sebagai ikon pornoaksi--warga Gang Inul alias Gang Melikan jadi serba salah.
“Kami bisa dianggap pendukung pornoaksi. Padahal, aslinya kan tidak begitu. Masyarakat di Gang Melikan itu agamanya kuat. Orang tuanya Inul itu agamanya sangat kuat. Masa, kami dianggap pendukung pornoaksi,” tutur Bambang seraya menyeruput kopi tubruk panas.
Sementara itu, belum lama ini ada sebagian warga Pasuruan melakukan unjuk rasa menolak kedatangan Inul Daratista--jika istri Adam Suseno itu tetap bergoyang ngebor. “Jadi, kami ini serba salah. Membela Inul ya repot, menentang Inul, wong dia warga kami juga,” kata Bambang.
Tak heran, warga Gang Inul rata-rata memilih diam, bahkan apatis, jika diajak bicara soal gang di kampungnya atau pro-kontra goyang Inul. Diam itu emas!
“Inul sendiri pun cuek dengan warga, ngak pernah bertemu kami kalau datang ke sini,” ujar Bambang. Apa pun kata orang, secara de facto Gang Inul itu sudah dikenal luas di kawasan Kejapanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar